Apakareba: Mutasi baru SARS-CoV-2 yang disebut dengan varian Lambda menambah keresahan masyarakat akan peningkatan penyebaran covid-19. Walaupun masih dikategorikan sebagai Variant of Interest (VOI), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khawatir varian Lambda dapat menimbulkan masalah epidemiologi seperti varian Delta.
Ketua Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Jawa Timur, Maria Inge Lusida mengatakan virus korona akan terus bermutasi. Sebab, itu sifat alamiah virus untuk bertahan hidup. Maka dari itu masyarakat diminta tetap menjalankan protokol kesehatan 5M.
"Apa pun variannya, solusinya adalah patuh terhadap 5M dan segera vaksinasi, jangan tunda vaksinasi," ujar Inge dalam keterangan tertulis, Minggu, 25 Juli 2021.
Melansir Medcom.id, dia menjelaskan penyebaran varian Lambda berpotensi lebih cepat. Bahkan varian Lambda juga dicurigai dapat menghindar dari antibodi.
Baca juga: Presiden Berharap Rumah Oksigen Gotong Royong Tersedia di Setiap Daerah
Terkait efikasi vaksin, Inge menilai perlu lebih banyak riset untuk menarik kesimpulan. "Data dari WHO memang belum menampilkan bagaimana efikasi vaksin terhadap Lambda ini. Masih perlu banyak penelitian lebih lanjut," ujarnya.
Dia menyampaikan selamanya manusia akan hidup berdampingan dengan covid-19. Terlebih, mutasi virus korona tidak dapat diprediksi apakah semakin jinak atau berbahaya.
Menurut dia, perlu upaya pencegahan yang serius agar pandemi segera berakhir. "Jika vaksinasi sudah 100 persen dan prokes selalu dilakukan, kemungkinan tidak perlu hingga bertahun-tahun untuk bersahabat dengan covid-19," ujar dia.
Varian Lambda pertama kali diidentifikasi di Peru pada Agustus 2020. Lebih dari 81 persen kasus Covid-19 di Peru dikaitkan dengan Lambda hingga April 2021.
Setelah Peru, varian tersebut terdeteksi telah menyebar luas di 29 negara per Juni 2021. Sebagian besar di Amerika Latin, termasuk Argentina dan Chile. (Faustinus Nua)
(NAI)