Apakareba: Masyarakat Indonesia sempat dibikin heboh dengan adanya aturan mengenai siswi non-muslim yang diwajibkan memakai jilbab di SMKN 2 Padang, Sumatra Barat. Hal ini terungkap setelah beredar sebuah video di media sosial yang menampilkan argumen antara orang tua siswi dengan Wakil Kepala SMKN 2 Padang.
Video berdurasi 15 menit, 24 detik itu diunggah pada Kamis, 21 Januari 2021. Dalam rekaman tersebut, salah satu orang tua murid menjelaskan bahwa ia dan anaknya adalah non-muslim. Sehingga ia mempertanyakan mengenai aturan yang mewajibkan anaknya untuk memakai jilbab.
Lantas, bagaimana kelanjutan kasusnya? Dilansir dari berbagai sumber, berikut deretan fakta terkait kasus siswa non-muslin yang dipaksa menggunakan jilbab.
1. Diadukan ke Mendikbud
Salah satu orang siswi di SMKN 2 Padang memutuskan untuk melaporkan terkait aturan tersebut ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ia tidak setuju dengan peraturan sekolah yang mewajibkan siswinya untuk memakai jilbab. Menurutnya, dengan anaknya mengenakan jilbab, seakan-akan membohongi identitas agamanya.
2. Alumnus non-muslim merasa tidak dipaksa berjilbab di SMKN 2 Padang
Alumnus SMKN 2 Padang, Delima Febria Hutabarat, mengaku heran dengan polemik terkait aturan berjilbab di sekolahnya. Selama sekolah di sana sejak 2008 hingga 2011, Delima merasa tidak keberatan dengan aturan sekolah harus memakai rok panjang, baju lengan panjang, dan memakai jilbab, meskipun ia merupakan non-muslim.
“Sekolah tidak memaksakan harus memakai jilbab. Guru-guru kami sangat menghormati perbedaan agama dan keyakinan. Makanya heran kenapa sekarang heboh-heboh mengenai aturan pakaian,” katanya pada Minggu, 24 Januari 2021.
Saat itu, orang tuanya memang sempat mempertanyakan kenapa dirinya mengenakan jilbab. Tetapi, Demila menjelaskan kepada orang tuanya kalau semua siswi di sekolahnya berjilbab dan ia ingin seragam dengan teman-temannya.
“Guru-guru memberikan kebebasam (kepada siswi non-muslim). Sehingga, dahulu tidak ada yang merasa didiskriminasi,” ucapnya.
3. Sanksi tegas akan dilayangkan kepada oknum yang terlibat
Mendikbud meminta pemerintah daerah (pemda) setempat untuk memberikan sanksi tegas kepada seluruh pihak yang terbukti terlibat dalam kasus tersebut. Tidak menutup kemungkinan pembebasan jabatan juga diterapkan kepada pihak terakit.
4. Dinilai sebagai bentuk intoleransi atas keberagamaan
Kasus SMKN 2 Padang yang mewajibkan siswinya untuk menggunakan jilbab dinilai sebagai bentuk intoleransi atas keberagamaan. Tak hanya itu, penerapan aturan tersebut juga melanggar peraturan perundang-undangan serta menodai nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan.
Aturan tersebut tidak mengindahkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Pasal 3 Ayat (4) Permendikbud Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Maka sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik,” kata Mendikbud Nadiem Anwar Makarim melalui video yang diunggahnya pada akun Instagram @nadiemmakarim pada Minggu, 24 Januari 2021.
5. Kepala sekolah SMKN 2 Padang siap dipecat jika salah
Kepala Sekolah SMKN 2 Padang Rusmadi mengaku siap dipecat jika ada temuan pelanggaran terkait aturan yang mewajibkan siswinya menggunakan jilbab. “Tetapi, pemerintah silakan lihat ke lapangan dahulu (terkait) apa yang sudah kami lakukan,” kata Rusmadi pada Senin, 25 Januari 2021.
Rusmadi mengaku memang ada kebijakan sekolah yang mewajibkan siswi muslim untuk mengenakan jilbab. Namun, bagi siswi non-muslin menyesuaikan atau tidak diwajibkan.
“Ini adalah kebijakan guru bimbingan konseling (BK) di sekolah kami. Guru BK tidak pernah memaksa untuk memakai jilbab bagi siswi non-muslim. Tetapi, terlebih dahulu ditanyakan apakah nyaman memakai jilbab. Kalau tidak nyaman, kami tidak memaksa,” ungkap Rusmadi.
Ia juga menyayangkan berbagai pihak yang salah menginterpretasikan pernyataan salah seorang sakil kepala sekolah yang menjadi perhatian publik. “Pernyataan guru di video, wakil kepala sekolah meminta wajib mematuhi aturan sekolah, bukan wajib memakai jilbab,” ucapnya.
(SYI)