Apakareba: Hari Buruh Internasional atau May Day 2021 jatuh pada hari ini, Sabtu, 1 Mei 2021. Dalam kesemapatan ini, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyuarakan beberapa tuntutan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terdapat sembilan tuntutan yang dilontarkan dalam petisi itu untuk mengoreksi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Pertama, terkait pengaturan upah minimum. Dalam diatur UMK bersyarat; upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dihapus; dasar penetapan UMP dan UMK bersifat alternatif, yaitu inflasi atau pertumbuhan ekonomi," kata Ketua Departemen Media dan Komunikasi KSPI Kahar S Cahyo dalam keterangan tertulis, Sabtu, 1 Mei 2021, seperti dilansir dari Medcom.id.
Kahar menyebutkan pengaturan itu menunjukkan tidak adanya perlindungan negara dalam mengupayakan kesejahteraan buruh. UMK tanpa syarat dan UMSK, menurutnya, harus tetap diberlakukan. Tak hanya itu, Dasar penetapan UMP dan UMK juga dianggap harus bersifat kumulatif.
"Yaitu, inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Di mana setiap lima tahun sekali dilakukan peninjauan ulang terhadap kebutuhan hidup layak (KHL)," ujar Kahar.
Kedua, pengaturan pesangon yang memakai standar nilai upah pokok (UP), UPMK, dan uang penggantian hak (UPH). UU Ciptaker menghapus 15 persen nilai UPH. Hal ini membut standar perlindungan dan kesejahteraan bagi buruh hanya berada di angka minimum.
Ketiga, soal pengaturan outsourcing. Dalam UU Ciptaker, hanya ada satu jenis outsourcing yang diatur, yakni outsourcing pekerja yang bisa dilakukan untuk semua jenis pekerjaan. Termasuk untuk kegiatan pokok (tidak hanya kegiatan penunjang).
Apabila outsourcing hanya terbatas di lima jenis pekerjaan, maka perlindungan dan kesejahteraan buruh bisa tercapai. Terdiri dari outsourcing pekerjaan dan outsourcing pekerja yang dikhususkan untuk kegiatan penunjang.
Keempat, pengaturan karyawan kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) harus dibatasi periode dan batas waktu kontrak. Kahar menyebut aturan UU Ciptaker membuat buruh dapat dikontrak dalam jangka pendek, tanpa periode, dan secara terus menerus.
"Kontrak dengan batas maksimal waktu kontrak 5-7 tahun, yang diatur pada tingkat UU. Dengan begitu buruh memiliki kepastian hukum dan berpeluang menjadi karyawan tetap," katanya.
Kelima, pembenahan pengaturan tenaga kerja asing (TKA). Dalam UU Ciptaker diatur TKA kategori buruh kasar (unskilled workers) diberi peluang secara luas untuk bekerja di Indonesia tanpa suatu izin dengan pengawasan terbatas.
Keenam, perbaikan aturan PHK yang bisa dilakukan perusahaan tanpa harus menunggu penetapan pengadilan. Dalam kondisi tersebut pengusaha dibenarkan untuk tidak membayar upah buruh, jaminan kesehatan, dan hak pekerja lainnya.
Ketujuh, pengaturan pidana seputar pengusaha yang menggunakan TKA tanpa izin atau membayar upah sesuah UPMK dan UPH. "Seharusnya pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal menggunakan TKA tak berizin dan tidak membayar UPMK dan UPH kepada pekerja dikenai sanksi pidana," ucap Kahar.
Kedelapan, terkait pengaturan cuti dan istirahat. UU Ciptaker dituding membuat hak libur pekerja hanya satu hari dalam seminggu, hak upah buruh tidak dibayarkan bila buruh menggunakan cuti tahunan, dan tidak ada lagi hak istirahat atau cuti panjang.
Kesembilan, UU Ciptaker harus memperbaiki aturan jam lembur maksimal 4 jam/hari dan 18 jam/minggu. Ketentuan tersebut mengakibatkan waktu kerja buruh menjadi lebih panjang dan mengurangi hak libur bekerja bagi buruh.
Dia meminta UU Ciptaker dikoreksi. Sebab, pekerja/buruh berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil serta layak dalam hubungan kerja sesuai Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. (Siti Yona Hukmana)
(SYI)