Apakareba: Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berharap pemerintah dapat segera membuat peraturan pemerintah (PP) atau peraturan menteri (PM) sebagai turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Utamanya, terkait penyederhanaan dan percepatan perizinan demi meningkatkan kepastian berusaha kegiatan usaha, termasuk di sektor hulu minyak dan gas (migas).
“Berdasarkan data yang dihimpun SKK Migas, perizinan dan pengadaan lahan membutuhkan waktu antara 30% hingga 50% dari seluruh waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pengembangan. Ini harus diubah agar bisa lebih dipercepat, agar efisien dan pada akhirnya menguntungkan pemerintah karena biaya untuk mendukung kegiatan juga semakin efisien,” kata Sekretaris SKK Migas, Taslim Yunus, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Taslim mengapresiasi langkah pemerintah yang beberapa tahun belakangan ini mengusahakan percepatan perizinan di sektor hulu migas. Hal ini tercermin dari jumlah perizinan hulu migas yang berkurang dari tahun ke tahun. Kalau pada 2015 perizinan hulu migas mencapai 340 izin, kini sudah dipangkas menjadi 146 perizinan.
Tak bisa dimungkiri, negara lain juga melakukan langkah yang agresif untuk mendorong penyederhanaan perizinan di sektor hulu migas. Hal ini dikarenakan faktor perizinan menjadi salah satu country risk yang dipertimbangkan international oil company (IOC) dalam berinvestasi.
Salah satu pilar yang digagas SKK Migas dalam transformasi hulu migas, yakni percepatan penyelesaian perizinan. SKK Migas berhasil mempercepat layanan rekomendasi dari 14 hari menjadi rata-rata 3,2 hari melalui layanan one door service policy (ODSP) yang diluncurkan pada Januari 2020. Bahkan, ditargetkan dapat meningkat menjadi 3 hari pada 2021.
Lebih lanjut, Taslim menjelaskan country risk dapat berdampak pada munculnya permintaan investor terkait dengan insentif yang akhirnya akan menurunkan potensi penerimaan negara.
Atas dasar tersebut, diharapakan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 atas UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat diikuti dengan peraturan pelaksana lainnya di tingkat kementerian.
“Untuk meningkatkan daya saing investasi hulu migas di tanah air, maka upaya percepatan dan penyederhanaan perizinan harus terus dilakukan. UU Cipta Tenaga Kerja dan PP No 5 Tahun 2021 adalah momentum untuk melakukan pembenahan perizinan di hulu migas. SKK Migas terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga yang memiliki kewenangan perizinan tersebut, baik ditingkat pusat maupun di daerah," ucapnya.
Demi mencapai target produksi, SKK Migas bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terus berupaya mempercepat cadangan menjadi produksi. Contohnya, plan of development (POD) tahap I Blok Sakakemang dapat diselesaikan hanya dalam waktu 22 bulan sejak ditemukannya potensi migas di struktur Kaliberau Dalam pada 2019. Kini, blok tersebut masih dalam proses penyelesaian berbagai perizinan dan diharapkan bisa onstream pada kuartal IV 2023.
“Jika perencanaan ini dapat direaliasikan, maka POD I Sakakemang akan dapat berproduksi hanya dalam waktu 4 tahun 10 bulan sejak ditemukannya gas di blok tersebut. Ini adalah suatu benchmark dalam pengembangan industri hulu migas kedepan. Salah satu kunci penyelesaian proyek pengembangan migas di POD I Kaliberau adalah penyelesaian perizinan yang 90% merupakan domain Pemerintah," jelas Taslim.
Dengan penyelesaian perizinan yang berbelit-belit, dikhawatirkan tingkat keekonomian pengembangan proyek hulu migas menurun. Sehingga, SKK Migas dan KKKS terus berkoordinasi untuk mencegah proses perizinan yang dapat menghambat penyelesaian proyek. Tak hanya itu, mereka juga berupaya untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
“Intinya adalah kami mengharapkan dukungan dari seluruh stakholders terutama instansi penerbit perizinan di pusat maupun di daerah agar memberikan kemudahan dan dukungan industri hulu migas,” tutupnya.
(SYI)