Respons Wanita Terhadap Vaksin Lebih Baik Dibanding Pria? Ini Alasannya

Vaksin Astrazeneca (Tiziana FABI / AFP) Vaksin Astrazeneca (Tiziana FABI / AFP)

Apakareba: Peneliti dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menyebut wanita memiliki respons yang lebih kuat terhadap efek vaksin covid-19 dibanding pria. Ini didapat lewat bukti analisa terhadap dua pekerja pelayanan publik yang mendapat vaksin covid-19 pada Januari lalu. 

Dilansir dari Healthline, laporan yang dirilis oleh CDC menemukan 13,8 juta dosis vaksin covid-19 pertama yang diberikan kepada orang Amerika Serikat, efek sampingnya lebih tinggi dirasakan wanita. 

Faktanya, 79 persen laporan efek samping berasal dari wanita. Meski, hanya 61 persen wanita di Amerika diberi vaksin covid-19. 

Ini menunjukkan respons yang lebih kuat dari wanita terhadap vaksinasi. Respons ini terlihat selama bertahun-tahun. 

Alasan wanita memiliki respon lebih kuat terhadap vaksin

Para ahli menduga wanita, terutama wanita pramenopause memiliki kadar estrogen yang membantu mengaktifkan respon kekebalan tubuh terhadap penyakin dan vaksin. Sebaliknya, pria memiliki lebih banyak testosteron atau hormon yang meredam atau memperlambat respon terhadap vaksin. 

Sederhananya, wanita memiliki respons yang lebih kuat terhadap vaksin karena tubuh wanita lebih cepat mengenal vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh. 

"Penyakit menular pada umumnya selalu tentang respon kekebalan dan bukan virusnya," kata kepala eksekutif Texas Biomedical Research Institute di San Antonio, Larry Schlesinger, seperti dilansir dari Healthline, Minggu, 14 Maret 2021. 

"Pada wanita, ada respons yang bersemangat dan lebih kuat (terhadap banyak vaksin)," jelas dia. 

Schlesinger mengatakan wanita memiliki respons terhadap vaksin yang lebih kuat berdasar fakta pembelajaran vaksin untuk demam kuning, DPT, influenza, dan penyakit lainnya. Hormon estrogen pada diri wanita mendorong tubuh untuk memproduksi lebih banyak sel T (sel reaktor yang melindungi diri) saat vaksin disuntikkan. 

"Kami melihat respon yang lebih cepat dan lebih kuat dialami banyak wanita," kata dia. 

Berurusan dengan reaksi terhadap vaksin

Pakar penyakit menular dan profesor di divisi penyakit menular Vanderbilt University School of Medicine di Tennessee, William Schaffner mengatakan, fenomena ini telah dipelajari selama bertahun-tahun. Kenyataan ini untuk mendesak wanita memahami mereka memiliki respons yang kuat terhadap vaksin sehingga tak menjadi alasan menolak divaksin. 

"Covid-19 buruk dan akan menempatkan wanita di ICU seperti halnya pria. Efek samping vaksin bersifat sementara dan sebagian besar hilang dalam 24 jam," beber Schaffner. 

Sementara itu, Schlesinger menambahkan bagi banyak wanita, vaksin adalah pedang bermata dua. Di satu sisi membuktikan wanita mendapat respons antibodi yang kuat. Di sisi lain berpotensi mengalami efek samping sehari atau lebih. 

Penulis utama penelitian ini dan petugas medis di Kantor Keamanan Imunisasi CDC, Julianne Gee menyebut, penelitian tersebut merupakan bagian dari pelacakan berkelancutan CDC terhadap vaksin dan dampaknya bagi keseahtan. Penelitian ini bukan mempengaruhi orang untuk tak menerima vaksin. 

"Penyakit covid-19 dapat menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian, dan vaksinasi penting untuk mencegah penyakit dan komplikasi. Vaksin covid-19 akan membantu masyarakat kembali normal," kata Gee. 



(CIA)

Berita Lainnya