Apakareba: Tidak bisa dibantah, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan pasti membutuhkan orang lain. Hadapi saja, pasti ada kalanya kalian juga meminta pertolongan kepada orang lain dalam hal apapun, tak terkecuali ketika berbicara soal finansial.
Suatu urusan yang berhubungan dengan uang memang sering kali agak sensitif. Terlebih kalau hal itu menyangkut masalah utang. Seperti yang sering kita alami, ketika seseorang dipinjamkan uang, entah kenapa orang tersebut sulit dijangkau ketika kita mencoba untuk menagihnya. Tentunya, semua orang pun akan jengkel bila dihadapkan dengan situasi seperti itu.
Dalam Islam, berutang memang tidak dilarang. Tetapi ada baiknya hal itu dipraktikkan dengan pertimbangan yang matang karena Islam sangat melarang umatnya untuk meninggal dalam keadaan terlilit utang. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam hadis berikut:
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR Ibnu Majah)
Hukum orang yang suka menunda bayar utang ketika sudah mampu
Sayangnya, sering kita temui di dunia ini banyak orang yang sebenarnya sudah mampu membayar utangnya tetapi bersikap seolah ia tidak pernah terlilit utang. Mereka seperti tidak peduli atas utang yang sedang dipikul dan memilih menggunakan hartanya untuk bersenang-senang ketimbang membayar utang.
Baca juga: Tiga Kali Tidak Salat Jumat, Apakah Saya Menjadi Kafir?
Lantas, bagaimana hukum menunda bayar utang ketika seseorang itu sudah mampu? Dilansir dari NU Online, menunda bayar utang merupakan bentuk tindakan menzalimi orang lain. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam sebuah hadis yang berbunyi:
“Menunda-nunda membayar utang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman.” (HR Bukhari)
Para ulama ahli hadis menyebutkan haram hukumnya ketika seseorang sudah cukup secara finansial tetapi menunda membayar utang. Hal ini mengarah pada makna riwayat yang telah dituliskan di atas.
Berbeda kondisinya apabila seseorang dalam keadaan tidak memiliki uang yang cukup. Maka ia tidak tergolong dalam cakupan hadis di atas. Syekh Badruddin al-‘Aini pernah menjelaskan:
“Makna hadis di atas bahwa haram bagi orang yang cukup secara finansial melakukan penundaan membayar utang setelah tetapnya utang tersebut, berbeda halnya dengan orang yang belum mampu (membayar).” (Syekh Badruddin al-‘Aini, ‘Umdah al-Qari Syarah Shahih al-Bukhori, juz 18, halaman 325)
Bagaimana ketika seseorang tidak membayar utang karena uzur?
Orang yang belum membayarkan utangnya karena memiliki kendala (uzur), maka ia tidak berdosa. Misalnya, seseorang itu sudah memiliki uang yang cukup untuk membayar utang, tetapi memiliki uzur untuk menyerahkan uang tersebut karena uangnya tidak berada di tempat atau halangan lainnya. Dalam kondisi tersebut, ia tidak berdosa tetapi tetap berkewajiban membayar utangnya bila sudah mampu menyerahkan uangnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Syarah an-Nawawi ala Muslim:
“Menunda membayar utang bagi orang yang mampu adalah perbuatan zalim dan merupakan tindakan yang diharamkan. Sedangkan menundanya orang yang tidak mampu tidaklah dianggap zalim dan bukan perbuatan haram, berdasarkan mafhum dari hadis,"
“Sebab ia dalam keadaan uzur (untuk membayar). Jika seseorang dalam keadaan tercukupi (untuk membayar utang), tapi ia tidak mampu untuk membayarnya karena hartanya tidak berada di tempat atau karena faktor yang lain, maka boleh baginya untuk mengakhirkan membayar utang sampai ia mampu membayarnya,” (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah an-Nawawi ala Muslim, juz 10, halaman 227).
Ketentuan di atas juga berlaku bagi orang yang sudah mampu membayar utangnya tetapi masa waktu utangnya belum jatuh tempo. Dalam keadaan demikian, ia diperkenankan untuk mengakhiri pembayaran utangnya sampai batas waktu yang sudah disepakati.
Baca juga: Miliki Berkah Tersembunyi, Ternyata Sakit Bisa Jadi Penggugur Dosa
Namun bila ternyata pada saat waktu jatuh tempo utang tersebut tidak segera dibayarkan karena suatu hal padahal sebelumnya ia mampu, maka hal ini dianggap teledor. Sehingga ia akan termasuk bagian dari orang zalim.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa menunda bayar utang ketika mampu merupakan perbuatan yang haram. Perlu diingat, utang-piutang merupakan urusan hak sesama manusia. Artinya, dosa yang tertoreh tak serta merta terhapus dengan beristigfar kepada Allah tanpa menyelesaikan terlebih dahulu apa yang menjadi hak orang lain. Jadi, pikirkan dengan matang sebelum kalian memutuskan untuk berutang ya!
(SYI)