IDI Makassar Kritik Langkah Pj Wali Kota Makassar Longgarkan Pembatasan

Dewan Pertimbangan IDI Kota Makassar, Prof Idrus Andi Paturusi Dewan Pertimbangan IDI Kota Makassar, Prof Idrus Andi Paturusi

Apakareba: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar menyesalkan keputusan Penjabat (Pj) Wali Kota Makassar Rudy Djamaluddin terkait penanganan covid-19. Di tengah kekhawatiran adanya lonjakan kasus covid-19, Rudy malah melonggarkan pembatasan.

Masyarakat yang dahulunya hanya boleh beraktivitas hingga pukul 19.00 WITA, kini menjadi hingga pukul 22.00 WITA. Aturan ini berlaku mulai 12 Januari sampai 26 Januari 2021. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Makassar Nomor: 448.01/11/S.Edar/Kesbangpol/I/2021 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat pada Masa Pandemi Covid-19 di Kota Makassar. 

“Apa yang diputuskan Pj Wali Kota Makassar sangat kontra dengan kondisi lapangan,” kata Dewan Pertimbangan IDI Kota Makassar Prof Idrus Andi Paturusi, Selasa, 12 Januari 2021, seperti dilansir dari Mediaindonesia.com.

Idrus menyebutkan bahwa penyebaran covid-19 di Sulsel, khususnya Makassar masih sangat memprihatinkan. Tercatat, Makassar bisa menyumbang hingga 400 kasus covid-19 baru per harinya. Sehingga ia menilai keputusan Rudy tidaklah bijak.

“Kita melihat data, baik peningkatan kasus baru maupun kematian dan penggunaan rumah sakit (RS), maka agak membingungkan isi surat edaran wali kota itu,” ucapnya.

Keputusan Pj Wali Kota Makassar itu dianggap menyepelekan pandemi covid-19. Pasalnya, rumah sakit dan hotel isolasi untuk pasien covid-19 sudah mulai penuh. Minggu lalu, tiga profesor di Makassar juga ada yang meninggal dunia. 

“Yang ditakutkan kalau dokter bersama tenaga kesehatan (nakes) sudah berjatuhan maka pelayanan bisa lumpuh. Kebijakan Pj Wali Kota Makassar ini juga sangat bertentangan dengan imbauan IDI untuk senantiasa tidak menganggap remeh pandemi covid-19," ujar Idrus.

Humas IDI Kota Makassar Wachyudi Muschsin menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh Rudy sangatlah keliru. Keputusan pelonggaran pembatasan aktivitas malam, menurutnya, sebagai pertanda ketidakpekaan pemerintah daerah kepada kondisi dokter dan nakes serta tingginya angka kasus covid-19 di Sulawesi Selatan.

“Menghidupkan sektor usaha tidak disalahkan, tetapi panglima tertinggi adalah kesehatan di tengah pandemi covid-19 yang masih terus terjadi,” jelasnya.


 



(SYI)

Berita Lainnya