Apakareba: Tidak hanya pohon cemara dan Sinterklas, salju juga seringkali dikaitkan dengan perayaan Natal. Beberapa orang mengatakan bahwa koneksi antara salju dan Natal menjadi kuat karena pengaruh lagu, cerita, dan juga gambar.
Satu hal yang membuat semua orang jadi penasaran adalah mengapa salju identik dengan Natal, ketika mayoritas negara memiliki musim hangat dan cerah ketika Natal? Dilansir dari Accu Weather, berikut penjelasannya.
1800: Ide awal tentang salju saat Natal
Pada pertengahan 1800, ‘Jingle Bells’ merepresentasikan gambar salju dan kereta luncur yang menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan musim dingin, tetapi di situ sama sekali tidak disinggung tentang Natal. Seiringnya waktu, lagu itu menjadi salah satu lagu Natal paling populer dan dikenal orang di seluruh dunia.
Menurut New-York Historical Society Museum and Library, pada 1822, puisi yang berjudul ‘A Visit from St Nicholas’ juga diterbitkan secara anonym di Troy, New York Sentinel. Puisi itu kini lebih dikenal dengan judul ‘Twas the Night before Christmas’. Puisi tersebut menceritakan salju yang baru turun pada malam Natal serta menggambarkan St. Nicholas dengan kereta luncur terbangnya yang berisi mainan.
Dari pertengahan hingga akhir abad ke-19, cetakan litograf karya Currier dan Ives juga berisikan pemandangan bersalju dari kehidupan Amerika pada saat itu. Menurut Ohio Memory, akhirnya pemandangan bersalju menjadi identik dengan cita-cita Natal Amerika klasik.
Tidak hanya di Amerika, di Eropa, Charles Dickens juga mempublikasi sebuah cerita yang berjudul ‘A Christmas Carol’ pada 1843 yang menggambarkan suasana salju dan es saat Natal. Ahli Meteorologi Accu Weather, Jesse Ferrel, juga menungkap alasan klimatologis kenapa orang-orang memimpikan white Christmas.
Alasannya, kebanyakan cerita Natal bersalju diciptakan sepanjang ‘Little Ice Age’ pada 1800. Saat itu, Amerika Utara bagian utara da Eropa sering mengalami hujan salju yang lebih lebat dari biasanya dan cuacanya jauh lebih dingin.
1900: Memimpikan white Christmas
Seabad kemudian, bermunculan lagu yang bernuansa kombinasi antara musim dingin, kepingan salju, Natal, dan kehangatan. Lagu-lagu itu seperti ‘Winter Wonderland’ (1934), ‘Let it Snow’ (1945), dan ‘White Christmas’ (1941). Selain itu, lagu ‘White Christmas’ versi Bing Crosby menjadi single dengan penjualan terbesar sepanjang masa menurut Guinness World Records.
“Lagu-lagu itu menciptakan citra yang begitu kuat. Mereka adalah mesin waktu yang datang kembali dan mengunjungi kami setiap tahun,” kata penulis ‘Stories Behind the Best-Loved Songs of Christmas’, Collins.
Lukisan ikonik Normal Rockwell tentang musim dingin dan Natal di New England juga berkontribusi besar dalam menjadikan orang memimpikan white Christmas. “Ini adalah waktu yang tepat untuk terhubung kembali dengan foto-foto Santa Claus atau jalanan kota New England yang kuno,” ucap Manajer Layanan Media di Norman Museum Rockwell, Jeremy Clowe.
Ternyata karya seni yang membuat orang di seluruh dunia mengaitkan musim salju dengan Natal. Keren juga ya teman-teman! Bagaimana menurut kalian?
(SYI)