Makassar: Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan, Muhammad Al Amin, menyebut wilayahnya mengalami krisis iklim. Sebab, cuaca ekstrem kerap terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) sejak akhir 2021 hingga Februari 2022.
"Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah tiga kali mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem di Makassar. Kondisi ini tentu tidaklah normal," pungkas Direktur Eksekutif Walhi, Muhammad Al Amin, dilansir dari Antara, Rabu, 23 Februari 2022.
Amin mengatakan, hujan dengan intensitas tinggi dan mengalami perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya menjadi salah satu indikator jika terjadi krisis iklim di Sulsel. Hal itu dipengaruhi kerusakan lingkungan.
Baca: BMKG: Waspada Hujan Lebat Guyur Sebagian Besar Wilayah
Dihimpun dari BMKG, sejak 20-23 Februari 2022 beberapa daerah di Sulsel mengalami cuaca buruk. Termasuk wilayah Kota Makassar yang selalu menjadi langganan banjir.
"Krisis iklim merupakan puncak dari kerusakan lingkungan. Ini terjadi karena kerusakan lapisan ozon yang diakibatkan tingginya produksi karbon," papar dia.
Ia menambahkan, kerusakan lapisan ozon itu memicu suhu bumi menjadi tinggi. Sehingga menimbulkan cuaca yang susah diprediksi bahkan mengarah ke kondisi yang semakin ekstrem.
Kerusakan lingkungan
Berdasarkan catatan Walhi tutupan hutan di Sulsel tersisa 32 persen atau sekitar 1.479.181,01 hektare. Sementara, 68 persen atau 3.180.562,41 hektare masuk ke dalam kategori tutupan non hutan.
Jika Sulsel kembali kehilangan dua persen saja dari tutupan hutannya, maka provinsi ini akan kolaps. Pasalnya dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan minimal tutupan hutan 30 persen.
Baca: Cuaca Ekstrem, 6 Wilayah Sulsel Terdampak Banjir
Sementara, tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi tangkapan air terbesar di Sulsel juga dalam kondisi kritis. Ketiga DAS itu, yakni Walanae, Saddang dan Jeneberang.
Menyikapi hal itu, Amin berpendapat, apabila Pelaksana tugas (Plt) Gubernur tidak memulihkan lingkungan artinya ia melestarikan kerusakan lingkungan. Serta membawa masyarakat Sulsel ke lubang bencana yang lebih besar di masa yang akan datang.
(UWA)