Apakareba: Direktur Eksekutif Jurnal Celebes, Mustam Arif, mengatakan tumpang tindih pengelolaan lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya deforestasi, termasuk di Sulawesi Selatan (Sulsel). Berdasarkan data, deforestasi di Sulsel mencapai 66.158,64 hektare sejak 2012-2019.
"Sulsel merupakan salah satu provinsi yang juga mengalami persoalan deforestasi dan degradasi kawasan hutan," kata Mustam, di Makassar, dilansir Antara, Senin, 13 Desember 2021.
Total deforestasi di wilayah tersebut mencapai 66.158,64 hektare. Sementara itu, rata-rata laju deforestasi di Sulsel. Setara 1,1 hektare setiap jamnya. Dalam sektor pertambangan, lanjut dia, ekosistem hutan paling terancam adalah wilayah utara Sulsel yakni Luwu Raya (Kabupaten Luwu, Luwu Timur, dan Luwu Raya)
Sementara, total luas ekosistem hutan yang telah dibebani izin usaha pertambangan di Luwu Raya mencapai 97.960 hektare. Dalam hal ini, aspek perizinan dan penegakan hukum menjadi penting untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Baca juga: Mendagri Dorong Pemprov Sulawesi Tenggara Percepat Vaksinasi Covid-19
Berkaitan dengan hal itu, kepatuhan terhadap perizinan dilakukan guna memastikan bahwa kegiatan yang berlangsung di hutan sesuai dengan lahan yang ditunjuk melalui rencana tata ruang dan mematuhi undang-undang lingkungan, peraturan dan kewajiban.
Di sisi lain, sudah banyak penelitian dan kasus yang memperlihatkan bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah terkait pengelolaan hutan yang tidak berkelanjutan, sehingga mengakibatkan terjadinya deforestasi dan degradasi.
Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan untuk perkebunan, pertambangan dan pertanian untuk kepentingan industri ekstraktif di kawasan hutan.
"Kerusakan hutan tersebut telah mengakibatkan terjadinya bencana ekologi dan konflik sosial," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut Indonesia mengalami laju deforestasi yang cukup signifikan sejak 1990 hingga awal 2000. Dalam kurun waktu itu, hutan di Indonesia berkurang 1,7 juta hingga 2 juta hektare setiap tahun.
(NAI)