Apakareba: Pada Minggu, 28 Maret 2021, sebuah ledakan bom bunuh diri terjadi di depan gerbang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Setelah diusut, ternyata pelaku serangan teror di gereja tersebut menggunakan bom panci.
“Ledakan yang terjadi, suicide bomb dengan menggunakan jenis bom panci,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di lokasi kejadian bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu, 28 Maret 2021 malam.
Bom serupa juga pernah digunakan dalam insiden bom bunuh diri yang terjadi di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Rabu, 25 Mei 2017. Tak hanya itu, pelaku serangan teror lainnya juga sering memakai bom panci sebagai alat untuk melakukan peledakan di suatu daerah lainnya. Lalu, apa itu bom panci?
Dilansir dari berbagai sumber, bom panci disebut juga sebagai pressure cooker bomb. Dari sebutannya saja sudah menggambarkan bahwa bom ini menggunakan media panci sebagai wadah alat ledaknya.
Nantinya, panci tersebut akan diisikan beragam jenis bahan peledak. Partikel lain, seperti paku, mur, baut, hingga bongkahan besi untuk menambah daya rusak pada ledakan bom panci.
Terus, bagaimana cara meledakkannya ya? Adapun pemicu ledakan umumnya menggunakan ponsel yang dimasukkan ke dalam panci. Pemicu ledakan tersebut nantinya dapat diaktifkan dari jarak jauh.
Bom panci dapat bekerja dengan mengisi panci presto terlebih dahulu dengan bahan peledak dan partikel lainnya yang sudah disebutkan tadi. Kemudian, bahan peledak beserta partikel lainnya dipanaskan di dalam panci presto.
Penyumbat ledakan ditempelkan di atas tutup panci yang tersambung ke detonator pemicu berupa ponsel atau jam digital. Panas yang tertahan di dalam panci preso bisa mencapai 121 derajat Celcius. Pastinya, suhu itu cukup panas untuk memicu api ledakan dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar satu menit.
Pasalnya, kecepatan ledakan dari bom panci mencapai satu kilometer per detik. Bayangkan saja apabila bom panci itu diaktifkan, tentu akan sangat mematikan orang di sekitarnya.
(SYI)