Apakareba: Pelecehan seksual di lingkungan perguruan tinggi hingga kini masih menjadi momok dunia pendidikan Indonesia. Kasus-kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus masih terdengar di berbagai perguruan tinggi.
Psikolog Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Herdiana, menjelaskan secara umum kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus tidak dianggap sebagai tindakan kejahatan yang melanggar hak dan kemanusiaan korban. Melainkan, masih dianggap sebatas tindakan asusila.
"Tak cukup sampai di situ, bahkan beberapa orang menganggap tindakan kekerasan tersebut adalah suatu hal yang wajar dan kadang diri sendiri tidak sadar apabila telah menjadi korban atau pelaku," ujar Herdiana, dilansir Medcom.id, Senin, 8 November 2021.
Selain itu, hal tersebut mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat. Adanya anggapan pembiasaan terkait kekerasan seksual tersebut, secara sosial korban kekerasan seksual juga mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.
Guna mencegah terjadinya pelecehan seksual dia menyampaikan ada beberapa upaya preventif yang dapat dilakukan. Berikut ini penjelasannya:
Regulasi dan pedoman yang jelas
Menurut Herdiana, perlu adanya peraturan serta pedoman, standar operasional prosedur (SOP) yang mengatur bagaimana relasi antar sivitas akademika.
Baca juga: Trauma Mendalam, Danilla Riyadi Buka Suara Soal Pelecehan Seksual
Gencarkan kampanye cegah pelecehan seksual
Hal lain yang dapat dilakukan yakni dengan upaya preventif melalui program sosialisasi, promosi kesehatan mental, dan awareness melalui media sosial tentang pelecehan seksual di kampus.
Cara ini juga menjadi bentuk aktualisasi kebebasan hak mahasiswa untuk menyuarakan isu terkait pelecehan seksual tanpa adanya rasa ketakutan untuk bersuara.
Menyediakan layanan laporan dan pendampingan
Penyediaan layanan pelaporan dan pendampingan korban pelecehan seksual dinilai penting. Bisa berupa help center, counselling center, hotline service, atau portal web untuk korban.
Dukungan sosial
Guna mencegah terjadinya pelecehan seksual dapat dilakukan dengan membangun perspektif korban, sehingga masyarakat kampus dapat dukungan sosial bagi korban dengan membentuk student support group.
Selain itu, juga dapat mengaktifkan peran lain dari dosen, karena dosen tidak hanya fokus pada akademik, namun seharusnya juga perhatian pada masalah-masalah pribadi dari mahasiswa.
(NAI)