Apakareba: Wilayah Sulawesi Barat (Sulbar) memiliki kejadian gempa bumi yang berulang. Hal ini lantaran Sulbar berada di sekitar sesar aktif. Sehingga, diperlukan evaluasi ulang terkait struktur bangunan di sana agar dampak dari gempa dapat diminimalisasi.
Koordinator Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Daryono, mengatakan Sulawesi memiliki lebih dari 45 segmen sesar aktif. Menurut dia, ahli kebumian telah mempelajari karakteristik wilayah Sulawesi.
"Terjadinya gempa merusak di Majene bukan hal aneh. Secara tektonik, wilayah pesisir dan lepas pantai Sulawesi Barat terletak di zona jalur lipatan dan sesar atau fold and thrust belt," kata Daryono dalam keterangan tertulis, Rabu, 3 Februari 2021, seperti dilansir dari Medcom.id.
Daryono mengungkap gempa bumi di wilayah Kabupaten Majene dan Mamuju tercatat sejak 1967. Sejarah gempa merusak dan tsunami beberapa kali terjadi. Antara lain, gempa Majene bermagnitudo 6,3 pada 1967 dan magnitudo 6,9 pada 23 Februari 1969.
"Dua kejadian ini memicu terjadinya tsunami. Total lebih dari 100 warga meninggal pada dua peristiwa tersebut," ucap Daryono.
Kemudian, gempa Mamuju magnitudo 5,8 pada 6 September 1972 dan gempa Mamuju magnitudo 6,7 pada 8 Januari 1984. Rangkaian gempa ini bersifat merusak.
"Ditambah gempa Majene yang terjadi pada dua hari berurutan yaitu 14 Januari 2021 dengan magnitudo 5,9 dan 15 Januari 2021 dengan magnitudo 6,2," ujar Daryono.
Ahli geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Benyamin Sapiie menegaskan daerah Majene dan Mamuju merupakan daerah aktif deformasi berupa lipatan pindahan. Fenomena ini melibatkan batuan dasar dan memperlihatkan keaktifan gempa tinggi.
"Gempa Mamuju yang terjadi diakibatkan oleh aktivitas sesar naik pada zona fold thrustbelt (FTB)," jelas Sapiie.
Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Iswandi Imran, menyebut faktor kerusakan bangunan tertentu dipengaruhi acuan terhadap building code atau kode bangunan pada SNI 2002 atau sebelumnya. Ia mengatakan, detail seismik bangunan yang dipakai kemungkinan besar tidak memadai untuk zona gempa tinggi seperti Sulbar.
Detail seismik biasanya diperhatikan dalam struktur bangunan. Khususnya pada bagian balok dan kolom untuk mempertahankan kekuatan apabila terjadi guncangan.
"Perlu disusun peta kerentanan atau risiko bangunan, khususnya bangunan hunian, di wilayah Sulbar," ucap Iswandi.
(SYI)