Apakareba: Dalam sidang terdakwa Agung Sucipto (Anggu), Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah mengakui telah menerima uang sebesar 150 ribu dollar Singapura pada 2019. Hal itu disampaikan Nurdin ketika ia menjadi saksi kasus suap untuk terdakwa Anggu.
"Benar uang itu dibawa oleh Pak Anggu dan itu untuk kepentingan Pilkada Bulukumba," kata Nurdin menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ronald Ferdinand Worotikan secara virtual di Makassar, Kamis, 10 Juni 2021, seperti dilansir dari Antara.
Nurdin membatah uang itu digunakan sebagai suap untuk pengadaan proyek infrastruktur yang dilelang oleh Pemerintah Provinsi Sulsel. Uang sebesar 150 ribu dollar Singapura itu, sebut Nurdin, ditujukan untuk memenangkan pasangan calon usungan mereka pada Pilkada 2020, yakni Bupati Bulukumba Tommy Satria-Andi Makkasau. Jadi, uang yang setara 1,5 miliar rupiah itu lebih digunakan untuk membayar upah saksi dari pasangan calon sekaligus membiayai kegiatan partai politik.
Baca juga: Update Kasus Korupsi Tambang di Kolaka Sultra yang Rugikan Negara Rp190 Miliar
Mendengar hal itu, jaksa pun mencecar Nurdin dengan pertanyaan lainnya. Termasuk motif memberikan uang tersebut bila ada maksud lain dari kepentingan politik.
"Itu murni untuk kegiatan politik, tidak sangkut paut dengan proyek-proyek. Pak Anggu selain kontraktor, juga sebagai pengurus salah satu parpol di Bulukumba," ujarnya.
Nurdin bersama Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, ditangkap KPK pada Jumat, 16 Februari 2021. Dalam operasi senyap, KPK menyita uang tunai Rp2 miliar yang diduga terkait perkara korupsi.
KPK kemudian menetapkan ketiganya menjadi tersangka kasus suap dan gratifikasi pada proyek kawasan wisata Bira, Bulukumba. Nurdin dan Edy menjadi tersangka penerima suap, sedangkan Agung berstatus pemberi suap.
Baca juga: Pemkot Makassar Ajak Bulog Kawal Keamanan Pangan
Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dikenai Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(SYI)