Apakareba: Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Edhy Prabowo, bersama 6 tersangka lainnya diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Hal ini ditetapkan setelah Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK) menjalani serangkaian pemeriksaan terhadap 17 orang yang telah diamankan pada Rabu, 25 November 2020.
Kronologi kasus ini diawali pada 14 Mei 2020, Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEPMEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. APM dan SAF selaku Staf Khusus Menteri KP ditunjuk Edhy sebagai Ketua dan Wakil Ketua pelaksana tim uji tuntas.
“Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, melalui konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube KPK RI, Kamis, 26 November 2020.
Lalu, SJT selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPP) datang ke kantor KKP untuk menemui SAF pada awal Oktober 2020. Dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa ekspor benih lobster hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Biaya angkut yang dikenakan untuk kegiatan tersebut, yakni Rp 1.800 per ekor. Hal ini disepakati oleh AM dengan APM dan SWD.
“Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564,” ungkap Nawawi.
Selanjutnya, PT DPP atas arahan Edhy melalui tim uji tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih benur. Total 10 pengiriman telah dilakukan oleh PT DPP melalui PT ACK. Diketahui berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari AMR dan ABT yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta YSA.
“Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT, masing-masing dengan total Rp9,8 miliar,” lanjutnya.
Kemudian, pada 5 November 2020, diduga ABT melakukan transfer kepada salah satu rekening bank atas nama AF sebesar Rp3,4 miliar. Uang ini diperuntukkan untuk memenuhi keperluan Edhy, IRW, SAF, dan APM.
“Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu, Amerika Serikat di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020. Sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas TUMI dan LV, baju Old Navy,” ucap Nawawi.
Di samping itu, pada Mei 2020, Edhy diduga menerima sejumlah uang sebesar 100.000 dollar AS dari SJT melalui SAF dan AM. Selanjutnya, SAF dan APM menerima uang sebesar Rp436 juta dari AF pada Agustus 2020.
Penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan pemberi suap disangkakan melanggar Pasar 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1000 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(SYI)