Apakareba: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah mengatur seluruh proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel. Nurdin diduga memberikan perintah khusus untuk memenangkan kontraktor tertentu dalam suatu proyek pembangunan jalan. Hal itu terungkap usai pemeriksaan terhadap lima saksi pada Sabtu, 13 Maret 2021.
"Diduga ada perintah khusus oleh tersangka NA (Nurdin Abdullah) melalui tersangka ER (Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat) agar memenangkan kontraktor tertentu," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, 15 Maret 2021, seperti dilansir dari Medcom.id.
Kelima saksi yang diperiksa merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Sulsel. Mereka, yakni Samsuariadi, Herman Parudani, Andi Salmiati, Munandar Naim, dan Abdul Muin.
Disebutkan, Nurdin telah mengatur proyek pembangunan jalan ruas Palampang-Munte-Botolempangan. Tetapi, Ali tidak memberikan detail terkait perusahaan yang memenangkan lelang proyek itu.
Ali juga enggan membeberkan lebih rinci hal-hal yang ditanyakan penyidik kepada saksi. Alasannya, untuk menjaga kerahasian proses penyidikan.
Nurdin bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto, ditangkap KPK pada Jumat, 26 Februari 2021. Uang Rp2 miliar diduga terkait suap disita KPK dalam operasi senyap itu.
KPK kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada proyek kawasan wisata Bira, Bulukumba. Nurdin dan Edy menjadi tersangka penerima suap, sedangkan Agung tersangka pemberi suap.
Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Agung dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Candra Yuri Nuralam)
(SYI)