Makassar: Kosmetik ilegal mendominasi pelanggaran di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Makassar per triwulan I 2022. Sebanyak Rp560,88 juta kosmetik ditemukan tidak memenuhi ketentuan.
"Jenis kasus atau pelanggaran paling banyak adalah kasus kosmetika yang tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan berbahaya seperti Merkuri atau Rhodamin B," kata Kepala BBPOM Makassar, Hardaningsih, dilansir dari Antara, Sabtu, 2 April 2022.
Dari jumlah tersebut, ditemukan sejumlah pelanggaran kosmetik di antaranya, komoditi tanpa izin edar, sering disalahgunakan, suplemen kesehatan tanpa izin edar dan pangan olahan tanpa izin edar. Sementara berdasarkan operasi penindakan pada 2021, ditemukan sebanyak 724 jenis kosmetik ilegal dengan total 66.100 buah barang temuan senilai Rp1,632 miliar.
Baca: Laznas WIZ Bagikan 12 Gerobak untuk UMKM di Makassar
Sejak 2021 hingga Maret 2022, pihaknya telah melakukan operasi penindakan terhadap sarana yang memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi. Seperti obat, kosmetik, suplemen kesehatan dan suplemen kesehatan dan obat tradisional.
Hukuman pelaku produksi sediaan farmasi ilegal
Para pelaku yang memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi mengandung bahan kimia dapat dipidana sesuai Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Perundangan itu diubah dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
Adapun para pelaku yang memproduksi dan mengedarkan produk pangan ilegal termasuk mengandung bahan kimia obat dapat dipidana sesuai ketentuan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan. Pelaku terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda sebanyak Rp10 miliar.
Baca: BP2MI dan UMI Tunjuk RS Ibnu Siga Jadi Pusat Pemeriksaan PMI
Selain itu, pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan sebagaimana telah diubah dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ancaman pidana sebesar dua tahun kurungan dan denda paling banyak Rp4 miliar.
(UWA)